Angka raport
lebih banyak (konon kabarnya ) karena kebaikan hati atau factor “keterpaksaan” guru. Itulah sebabnya banyak
siswa yang terpaksa berbaik baik hati
kepada guru supaya mendapatkan nilai rapor yang baik. “Kalau begitu untuk
memiliki angka rapor yang baik, cukup menjadi anak yang “baik”
saja dimata guru..,Ujian Nasional terus jadi perdebatan”.
Kompetensi adalah
kemampuan nyata walau sering hal tersebut tidak pernah diakui oleh dunia
pembelajaran. Buktinya banyak berita anak yang memiliki berbagai kompetensi dalam kompetisi
internasional yang tidak diakui (lolos) saat masuk pendidikan tinggi negeri di negerinya sendiri. “Pantas banyak
orang berkompetensi merasa lebih nyaman tinggal dimanca Negara daripada di
negerinya sendiri.”
Banyak orang berpendapat “Sertifikat”
itu tidak mencerminkan kompetensi
sesungguhnya,tentu saja ini benar setidaknya bank dunia dalam penelitiannya
mengatakan bahwa tunjangan sertifikasi pendidik di Indonesia tidak berdampak secara signifikan
terhadap peningkatan mutu pendidikan,”wah wah penghamburan anggaran Negara dong..”
Pembelajaran di
sekolah kabarnya dirancang mencetak karakter dan kompetensi siswa menjadi orang baik baik, tapi kenyataannya
barbagai kasus KKN di negeri ini justru dilakukan oleh orang orang yang benar
benar pernah sekolah. “Lantas apa
yang salah yah..?”,
Jika guru
berdalih “ kami tidak pernah mengajarkan perilaku tidak baik kepada siswa”, tentu
saja, hanya guru yang “sakit” yang
mengajarkan ketidak baikan) Lantas apa yang dipelajari siswa saat disekolah
,buktinya banyak perilaku tidak baik justru terjadi tidak hanya diluar sekolah
tapi juga terjadi didalam sekolah
(kelas) baik oleh siswa maupun guru itu sendiri. “itu berarti peribahasa guru kencing berdiri murid kencing berlari
patut direvisi termasuk kata guru yang
juga dimaknai di gugu (ditaati) dan ditiru. Semoga kita berpikir..! Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar