Daftar Blog Saya

Senin, 06 Mei 2013

MUNGKINKAH UN DITIADAKAN..? ,KUMPULAN BERITA PENDIDIKAN TERKINI 6 MEI 2013


POTRET BURAM  UJIAN NASIONAL .

Dari meremehkan Rekomendasi Itjen Kemendikbud, UN Sarat kepentingan Pribadi,Potensi Kelulusan UN Tinggi ,sampai kemungkinan UN dihapus


Nuh Remehkan Rekomendasi Itjen Kemdikbud soal Kisruh UN

JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menganggap remeh rekomendasi Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemdikbub mengenai hasil investigasi keterlambatan pencetakan naskah Ujian Nasional (UN) SMA beberapa waktu lalu. Padahal, Itjen selaku pengawas internal atas kinerja kementerian yang mengurus pendidikan itu telah memberikan sejumlah rekomendasi penting mengenai investigasi pelaksanaan UN, termasuk soal sanksi bagi sejumlah pejabat teras Kemdikbud.

"Ekseskusi dari laporan Itjen itu tidak serta merta dilakukan, karena dari sisi pelaksana (UN, red) itu panitia. Ada BSNP, Litbang, Pemda. Padahal ujian ini belum rampung, karena UN itu ada SMA, SMP dan SD. Untuk SMP kan sedang pemindaian," kata M Nuh di Jakarta, Senin (6/5).

Nuh justru khawatir jika rekomendasi langsung dijalankan sebagaimana hasil investigasi Itjen, maka prosesi UN bisa terkendala. Salah satunya adalah pemindaian naskah UN yang belum tuntas.

"Kalau kita berikan sanksi siapa yang akan mengerjakan yang sekarang sedang berlangsung? Kalau sedang dalam tahap pemindaian, evaluasi. Kalau sedang evaluasi dan diberhentikan, siapa yang akan menggantikan. Apakah penggantinya sudah nyambung, kita tunggu saja seminggu dua minggu," kelitnya.

Bagaimana dengan desakan dari sejumlah pihak agar hasil rekomendasi Itjen disampaikan secara utuh kepada publik? Nuh mengaku tak sependapat.

"Itjen itu bukan siapa-siapa, Itjen itu bagian utuh dari kementerian," kata mantan Menkominfo itu.(Fat/jpnn)
 
SUMBER;jppn.com
 
 
KARAWANG-Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) ditingkat Sekolah Dasar (SD) ataupun Madrasah Ibtidaiyah (MI) sampai SMA/SMK mempunyai tujuan baik untuk memetakan kemampuan siswa. Namun di balik itu, penyelenggaraan UN yang terus bermasalah dari tahun ke tahun dinilai akibat saratnya kepentingan pribadi dari banyak pihak sehingga UN dijadikan bentuk kemunafikan massal sebab diduga dimanipulasi pihak untuk kepentingan golongannya sendiri.

”UN terbukti tidak efektif karena tidak dapat menjembatani kondisi sekolah di daerah, serta tidak dapat memetakan pencapaian kompetensi atau pengendalian mutu pendidikan karena hanya mengujikan beberapa mata pelajaran saja. UN sebetulnya sebatas parameter bagi satu sekolah secara nasional. Namun sebagian sudah lebih banyak berperan menghakimi siswa dalam penentuan lulus atau tidak lulus. Hal tersebut menjadi diskriminasi dan bertentangan dengan UUD 1945," ujar salah seorang pengajar di Kabupaten Karawang, A. Sumirta kepada Pasundan Ekspres (Grup JPNN), Minggu (5/5).

Sumirta berpandangan, dari hasil latihan Unas, sebanyak 80 persen siswa hanya mendapat nilai asli kurang dari  50,00. Seandainya batas kelulusan minimal 50,00, berarti siswa yang lulus hanya 20 persen. Target dari pihak atasan, nilai kelulusan harus 100 persen. Demi menjaga nama baik sekolah, dinas,  dan kabupaten/kota, berarti hasil nilai UN harus di atas 50,00 dan berupaya maksimal dari  pihak sekolah membantu supaya nilainya di atas 50,00 bahkan berupaya supaya nilainya tinggi  dan lulusnya 100 persen. "Nah, di sinilah bisa disimpulkan bahwa hasil nilai Unas telah membohongi siswa itu sendiri," ucapnya.

Disamping itu, penyelenggaraan UN yang setiap tahun pelaksanaan menelan dana ratusan miliar rupiah dinilai gagal meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Pelaksanaan UN, menurutnya, membuat siswa dan guru mencari peluang untuk berbuat curang. "Setiap kali penyelenggaraan UN, para siswa hanya sibuk mengejar bocoran soal sedangkan guru aktif mencari siasat memfasilitasi siswa berbuat curang agar bisa mendapatkan nilai bagus dan lulus UN,” imbuhnya.

Ia mengatakan, tujuan pemerintah menyelenggarakan UN adalah untuk memotivasi anak agar giat belajar dan mendorong guru lebih aktif mengajar. Dengan begitu, tujuan pemerintah meningkatkan kualitas pendidikan dapat tercapai. Namun, yang terjadi, kata dia, anak-anak didik malas belajar tapi rajin mengejar bocoran soal, sedangkan guru bukan mencari teknik mengajar yang efektif melainkan proaktif mencari siasat untuk membocorkan soal. "Realita ini terjadi, karena UN selama ini dianggap sebagai kewajiban yang harus diikuti oleh setiap anak didik," katanya.

Dari semua problematika tersebut, Sumirta berharap, pada tahun pelajaran 2014 nanti, untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa belajar, jangan menggunakan Unas, cukup menggunakan ujian sekolah saja, karena guru yang bisa mengukur kemampuan siswa di sekolah, bukan pihak lain. "Semoga nilai hasil ujian anak-anak kita mendapat nilai yang sesuai dengan kemampuannya dan tidak membohongi mereka, demi kemajuan mutu pendidikan di Indonesia, amin," pungkasnya.(nof/lsm)
 
sumber; jppn.com
 
 
JAKARTA--Mulai hari ini, Senin (6/5) sebanyak 4.243.668 siswa SD kelas VI bakal berkerut kening mengerjakan soal ujian nasional (unas). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berharap siswa tidak perlu gerogi hingga berbuat curang. Sebab potensi kelulusan cukup tinggi, hingga bisa mencapai 100 persen.

Banyak sekali faktor yang menyebabkan potensi tingkat kelulusan unas SD lebih tinggi dibanding unas SMP dan SMA. Diantaranya adalah program wajib belajar pendidikan dasar (wajardikdas) 9 tahun. Dimana Kemendikbud mendorong habis-habisan tidak boleh ada angka putus sekolah dari jenjang SD ke SMP. Baik putus sekolah gara-gara tidak punya uang atau karena kemampuan akademis.

Faktor berikutnya adalah urusan standar kelulusan. Untuk unas jenjang SMP dan SMA, standar nilai kelulusannya ditentukan Kemendikbud. Sedangkan unas SD, standar kelulusannya dipatok oleh masing-masing sekolah. "Jadi sekitar sepekan menjelang unas, masing-masing SD sudah menyerahkan standar kelulusannya ke dinas pendidikan kabupaten atau kota," tutur Direktur Pembinaan SD Kemendikbud Ibrahim Bafadal.

Berbekal standar itu, dinas pendidikan kabupaten dan kota akan menetapkan kelulusan unas SD. Ketetapan kelulusan nanti diambil setelah proses koreksi unas yang dijalankan dengan sistem silang antar SD di satu kabupaten atau kota.

Dengan skema penetapan standar kelulusan seperti itu, pihak sekolah tentu tidak asal-asalan dalam menetapkannya. Mereka tentu akan menyesuakan penetapan standar kelulusan dengan kemampuan rata-rata para siswa. Pihak sekolah juga tidak akan mengambil resiko menetapkan standar tinggi, sebab berpotensi banyak siswa yang tidak lulus. Jika jumlah siswa tidak lulus tinggi, jumlah siswa pelamar tahun ajaran berikutnya berpotensi surut.

Ibrahim menegaskan program wajardikdas 9 tahun memang menjadi agenda nasional dan Kemendikbud hasur mendukungnya. Tetapi guru besar Universitas Negeri Malang (UM) itu mengatakan, untuk tahun ini unas SD tetap diposisikan sebagai bentuk persyaratan kelulusan. "Kita tidak tahu untuk tahun depan. Bisa jadi ada kebijakan baru terkait posisi unas di jenjang SD," tandasnya. Apakah tetap menjadi kriteria kelulusan atau hanya sebagai alat pemetaan saja.

Dia menegaskan para siswa tidak perlu cemas atau bahkan takut menghadapi unas. Ibrahim yang juga pakar manajemen pendidikan SD itu menuturkan, kabar kecurangan unas SD seperti tahun-tahun lalu harus ditekan. Seperti diketahui, pelaksanaan unas SD periode 2011 sempat geger akibat terbongkarnya kasus sontek massal di SDN Gadel II Surabaya dan SDN 06 Pesanggrahan Jakarta.

Ibrahim juga berpesan kepada para orangtua siswa yang anaknya menjalankan unas hari ini. "Orangtua tidak perlu menanggapi berlebihan, wajar-wajar saja," katanya. Orangtua jangan sampai sibuk mencari kunci jawaban. Sebaliknya orangtua harus terus mendorong anaknya tekun belajar dan siap menghadapi unas. "Tanamkan nilai kejujuran."

Terkait urusan persiapan unas, Ibrahim optimis unas SD berjalan serentak di 33 provinsi hari ini. Dia mengatakan hingga kemarin, terus memantau pelaksanaan unas SD di seluruh Indonesia. "Pelaksanaan unas SD memang di tingkat pemprov. Tetapi saya mendapat delegasi untuk mengawasi dari pak Menteri (Mendikbud Mohammad Nuh, red)," jelas Ibrahim.

Dia mengatakan terus mengontak dinas pendidikan tingkat provinsi di seluruh Indonesia dalam dua tahap. Tahap pertama dijalankan pada 27 April lalu, dan tahap kedua Sabtu dan Minggu kemarin (4-5/5). "Pada komunikasi 27 April, mereka melaporkan ada yang sudah mulai cetak, persiapan cetak, hingga hampir selesai cetak," tutur Ibrahim.

Selanjutnya pada komunikasi dua hari terakhir ini, dia lega karena 33 provinsi memastikan percetakan naskah unas rampung dan sudah didistribusikan ke tingkat sekolah. "Kawasan rawan (molor, red) seperti di Gorontalo, NTB, dan NTT alhamdulilah sudah beres," papar dia.

Ibrahim mengatakan hari ini dia kebagian memantau pelaksanaan unas SD di Jatim. Sedangkan Mendikbud Mohammad Nuh dan Wamendikbud Bidang Pendidikan Musliar Kasim memantau unas SD di kawasan DKI Jakarta. Seperti dijadwalkan, unas SD berlangsung sejak hari ini hingga Rabu (8/5) depan. Sedangkan unas SD susulan dijalankan pada 13-15 Mei. (wan)
 
Sumber; jppn.com
 
 
JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh tengah mempertimbangkan masukan dari masyarakat dan akademisi untuk menghapus Ujian Nasional (UN) tingkat sekolah dasar (SD) dan dilebur menjadi satu dengan UN SMP. Pertimbangan ini didasari oleh program wajib belajar pendidikan nasional (Wajardiknas) 9 tahun.

"Ini bagian yang kita kaji karena ada masukan. Inikan wajar 9 tahun, sehingga evalusasinya bukan enam dan tiga tahun, tapi 9 tahun, artinya di SMP dievaluasinya. Itu pandangan yang bagus dan kami tidak tertutup. Tinggal teknisnya seperti apa, kami cari yang terbaik," kata M Nuh usai meninjau UN SD di Jakarta Barat, Senin (6/5).

Nuh beralasan tidak serta merta bisa menerima masukan agar UN sD dihapuskan. Karena bagaimanapun, penggantinya harus disiapkan. Nah, untuk menentukan itu tidak bisa hanya mempertimbangkan satu variabel.

"Kalau UN SD dihapuskan, apa penggantinya. Yang penting itu dulu. Di samping pemetaan, lalu menentukan seseorang nilainya berapa. Karena di SD UN bukan kaitan dengan lulus dan tidak lulus, tapi nilainya berapa," kata Nuh menjelaskan.

Pertimbangan yang ketiga, lanjutnya, bagaimana kalau lulusan SD melanjutkan pendidikannya ke SMP/MTs. Karena kalau SD melaksanakan UN sendiri dan memberikan sendiri nilainya kepada peserta UN, apakah SMP bisa serta merta memberi kepercayaan kepada satuan pendidikan SD dan langsung menerima mereka masuk SMP.

"Apakah SMP serta merta memberikan kepercayaan penuh pada SD, atau harus melaksanakan ujian saringan lagi. Kalau ujian saringan lagi, berarti pembiayaan lagi, pekerjaan baru lagi. Plus minusnya seperti apa harus dikaji," jelasnya.

Nuh memastikan, dengan akan diterapkannya kurikulum 2013 Juli mendatang. Karena pendekatan dan evalusasinya berbeda dengan kurikulum saat ini, maka evalusasi kelulusan SD memang akan dievaluasi kembali.

Karena itu, Kemndikbud belum serta merta akan menghapus UN SD sebelum ada penggantinya. "Nanti kalau tidak disiapkan penggantinya, berarti kita akan kehilangan data, peta. Jadi akan dipastikan dulu antara SD dengan SM nyambung evaluasinya," pungkas menteri asal Jawa Timur itu.(Fat/jpnn)
 
sumber:jppn.com
 
 

1 komentar:

  1. UN atau yang dikenal juga dengan ujian nasional memang berbarengan dengan pro dan kontra yang sering mengiringinya. Namun begitu, kiranya apa yang disampaikan oleh Bapak Jusuf Kalla perlu untuk direnungi bersama. Seperti yg berhasil dikutip dari http://bit.ly/1gPTmEw , beliau mengatakan adanya ujian nasional (UN) terbukti mampu mendisiplinkan anak. Beliau berpendapat apapun analisa terhadap UN, namun UN lebih baik karena membuat anak untuk belajar. Bahkan di negara-negera maju seperti di Amerika Serikat, China, Jepang, Inggris, Malaysia, dan Singapura pun ada standar kelulusan.

    BalasHapus